Scroll ke bawah untuk membaca
Example floating
Example floating
NarasiSuara Pemuda

Amanat Kemandirian SDA & Dampak Negatif dari Kebijakan Ekspor Pasir Laut Jokowi

3669
×

Amanat Kemandirian SDA & Dampak Negatif dari Kebijakan Ekspor Pasir Laut Jokowi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Melyusti Setiawan Kebkole
(Staf Wakil Ketua Umum LMND bidang SDM/SDA)

Kebijakan Jokowi yang mengizinkan kembali ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup memunculkan pertanyaan penting tentang dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat. Dalam menyikapi kebijakan ini, kita perlu merujuk pada konsep kemandirian yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Artinya, penting bagi kita untuk mempertimbangkan dampak ekspor pasir laut terhadap perekonomian, kesejahteraan masyarakat, dan upaya mencapai kemandirian dalam pemanfaatan sumber daya alam, juga perlu mempertimbangkan dampak dan implikasi terhadap lingkungan yang mungkin akan terjadi, seperti:

Pertama, dari sudut pandang perubahan iklim, data menunjukkan bahwa ekspor pasir laut memberikan kontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Menurut laporan PBB, sektor pertambangan, termasuk ekspor pasir laut, menyumbang sekitar 11% emisi global pada tahun 2020. Dengan mengizinkan kembali ekspor pasir laut, kita tidak hanya melanggar prinsip kemandirian sumber daya alam, tetapi juga mengabaikan tanggung jawab kita dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim yang mengancam masa depan generasi mendatang.

Kedua, keputusan ini berpotensi merusak ekosistem laut yang sangat penting bagi kelangsungan hidup kita. Dari sudut pandang lingkungan, eksploitasi pasir laut yang tidak bertanggung jawab telah merusak terumbu karang, habitat laut, dan spesies laut yang tergantung padanya. Artinya, prinsip kemandirian sumber daya alam harus dipahami sebagai upaya melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati serta menjaga keseimbangan ekosistem laut. Membuka kembali ekspor pasir laut justru akan meningkatkan risiko kerusakan ekosistem yang sudah rentan.

Kebijakan ini juga berpotensi berdampak pada pulau-pulau kecil kita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim telah mengancam eksistensi pulau-pulau kecil di Indonesia. Mengizinkan ekspor pasir laut akan meningkatkan erosi pantai dan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil ini. Prinsip kemandirian sumber daya alam seharusnya mengarah pada perlindungan dan keberlanjutan pulau-pulau kecil kita, bukan memperburuk risiko mereka yang sudah rentan. Studi dan penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia dan di seluruh dunia berisiko mengalami dampak yang serius akibat naiknya permukaan laut. Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2019, diperkirakan bahwa kenaikan permukaan laut global dapat mencapai 0,61 meter hingga 1,10 meter pada tahun 2100 jika emisi gas rumah kaca terus meningkat.

Baca Juga:  HMI Laporkan Pelaksana Pembangunan Bendung Cimoyan ke Polda dan Kejati Banten

Pulau-pulau kecil cenderung lebih rentan terhadap kenaikan permukaan laut karena mereka memiliki tinggi elevasi yang rendah dan terletak di dekat garis pantai. Dengan naiknya permukaan laut, pulau-pulau ini menghadapi ancaman abrasi pantai, intrusi air laut ke sumber air tanah, dan hilangnya habitat yang penting bagi keanekaragaman hayati. Hal ini berdampak pada ekosistem pesisir, mata pencaharian masyarakat pesisir seperti nelayan, serta infrastruktur dan pemukiman yang ada di pulau-pulau tersebut. Salah satu contoh nyata dari dampak naiknya permukaan laut terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau. Data menunjukkan bahwa beberapa pulau di Natuna mengalami erosi pantai yang signifikan akibat naiknya permukaan laut. Contoh lain adalah pulau-pulau di Kepulauan Seribu di sekitar Jakarta, di mana sejumlah pulau kecil telah mengalami penurunan lahan yang signifikan dan bahkan hilang sebagian karena naiknya permukaan laut.

Selain dampak lingkungan, keputusan ini juga menimbulkan keprihatinan terkait keuntungan bagi pengusaha/kapital. Dalam regulasi yang baru diberlakukan, terdapat kecenderungan untuk memberikan keuntungan yang lebih besar kepada pengusaha/kapital. Proses akumulasi kapital dalam sektor ini dapat memperkuat kesenjangan ekonomi di masyarakat. Prinsip kemandirian sumber daya alam seharusnya mengarah pada pemerataan keuntungan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, bukan memperkuat dominasi kapital.

Dalam menyikapi kebijakan ini, penting bagi kita untuk merujuk pada amanat Pancasila dan UUD 1945 yang menekankan pentingnya keberlanjutan, keseimbangan, dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Mempertimbangkan pembahasan dari dampak eksploitasi diatas, menunjukkan dampak yang merugikan dari keputusan ini, perlu ada peninjauan ulang terhadap kebijakan ekspor pasir laut ini. Kita harus berkomitmen untuk mengembangkan sumber daya alam secara berkelanjutan, mendorong energi terbarukan, serta melindungi ekosistem laut dan pulau-pulau kecil kita agar dapat mencapai kemandirian yang sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945.

Memang betul, secara ekonomi, kebijakan ini bisa memberikan sejumlah keuntungan bagi negara. Menurut data statistik, industri pasir dan kerikil adalah salah satu sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2020, misalnya, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian, termasuk pasir dan kerikil, tercatat sebesar 11,48% terhadap PDB nasional. Ekspor pasir dan kerikil juga menyumbang pendapatan ekspor yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor pasir dan kerikil mencapai nilai miliaran dolar Amerika. Namun, penting untuk mempertimbangkan apakah keuntungan yang diperoleh dari ekspor pasir laut ini akan mengalir kembali ke rakyat secara merata atau hanya menguntungkan sebagian kecil pengusaha dan kapital.

Baca Juga:  DPP KNPI Minta KPK Bongkar Konglomerat yang Terlibat Mafia Pajak

Kontribusi sektor ini terhadap PDB menunjukkan bahwa ekspor pasir laut, jika dilakukan dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab, dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Namun, penting untuk mencatat bahwa kontribusi sektor ini terhadap PDB tidak secara langsung mencerminkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Perlu adanya analisis lebih lanjut untuk memahami bagaimana keuntungan ekonomi yang dihasilkan dari sektor pasir dan kerikil ini didistribusikan dan apakah masyarakat setempat yang terlibat dalam penambangan mendapatkan manfaatnya secara merata.

Sejalan dengan prinsip kemandirian, yang diamanatkan dalam Rencana Program Jangka Menengah Negara (RPJMN) tahun 2020-2024 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024, kita perlu mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk kepentingan jangka panjang masyarakat. Kebijakan pembukaan kembali ekspor pasir laut ini perlu dikaji secara mendalam terkait dengan ketersediaan pasir dan kerikil dalam negeri. Kebutuhan dalam negeri untuk pasir dan kerikil terus meningkat seiring dengan pertumbuhan pembangunan infrastruktur dan sektor konstruksi. Namun, perlu juga dipertimbangkan bahwa, jika ekspor pasir laut dilakukan tanpa pertimbangan matang, ini dapat mengancam pasokan dalam negeri dan berdampak negatif pada harga material konstruksi serta pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

Selain itu, penting juga untuk melihat dampak ekspor pasir laut terhadap kesejahteraan rakyat. Dalam konteks kemandirian, kebijakan ekspor pasir laut perlu memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat secara luas, khususnya mereka yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi sumber pasir laut. Sebagian besar wilayah penghasil pasir laut adalah daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Dalam mengimplementasikan kebijakan ini, pemerintah perlu memastikan adanya mekanisme yang memungkinkan redistribusi keuntungan ekspor pasir laut kepada masyarakat setempat. Hal ini penting untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara daerah penghasil pasir laut dengan daerah lainnya dan mendukung pencapaian kesejahteraan yang merata.

Konsep kemandirian sumber daya alam juga menekankan pentingnya pemanfaatan yang berkelanjutan dan menjaga lingkungan. Kita harus menyadari bahwa kegiatan ekspor ini dapat berdampak negatif pada ekosistem laut. Hasil penelitian ilmiah diatas sudah menunjukkan bahwa eksploitasi pasir laut yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, habitat laut, dan mengancam spesies yang bergantung pada lingkungan ini. Jika kegiatan ekspor pasir laut tidak diatur dengan baik, ini dapat berkontribusi pada degradasi ekosistem laut yang pada gilirannya akan merugikan keberlanjutan sumber daya alam dan mengancam mata pencaharian nelayan yang bergantung pada laut.

Baca Juga:  Ubedillah Badrun: Bahasan RUU Polri Alihkan Fokus Rakyat pada Masalah Besar yang Lebih Substantif

Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan regulasi terkait dengan ekspor pasir laut. Perlu ada pemantauan yang ketat terhadap jumlah pasir laut yang diekspor, metode penambangan yang berkelanjutan, dan kompensasi yang adil bagi masyarakat setempat. Selain itu, penting untuk mengembangkan strategi pengelolaan pasir dan kerikil yang berkelanjutan serta mendorong penggunaan bahan alternatif dalam industri konstruksi untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor pasir laut.

Dalam menjalankan kebijakan ekspor pasir laut, pemerintah perlu memastikan bahwa tujuan kemandirian sumber daya alam dan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama. Data statistik dan analisis yang mendalam perlu digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, dan mekanisme kontrol dan pengawasan yang efektif harus diterapkan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai konklusi, kebijakan pembukaan kembali ekspor pasir laut perlu dipertimbangkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan prinsip kemandirian sumber daya alam yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Dibutuhkan analisis yang komprehensif harus menjadi dasar pengambilan keputusan, sementara pengawasan yang ketat dan regulasi yang efektif harus diterapkan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan distribusi manfaat yang adil bagi masyarakat. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, kita dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 untuk kemakmuran bersama dan keberlanjutan jangka panjang.

Dalam konteks ini, mempertimbangkan dampak negatif yang signifikan terhadap perubahan iklim, kerusakan ekosistem laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, kepentingan akumulasi kapital, dan masa depan keberlanjutan hidup, keputusan Jokowi untuk mengizinkan kembali ekspor pasir laut patut dikritisi sebagai langkah yang cukup rumit karena berakibat secara pada kerusakan lingkungan. (*).

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *