WartaPressCom, Literasi – Ramalan, istilah yang yang cukup kuno, yang digunakan untuk sebuah “prediksi”, meneropong masa depan berdasarkan pencarian batin, searching dan menyadap data informasi yang bertebaran di alam raya ini, tanpa alat bantu.
Namun, masyarakat terlanjur memandang ramalan identik dengan prediksi mistis yang sejenis dengan otak-atik nomor buntut, sementara “prakiraan” yang juga kadang banyak melesetnya dipuja sebagai ilmu logis.
Siapa yang menciptakan Ramalan Jayabaya atau Jongko Joyoboyo, terdapat dua pendapat. Pertama merujuk pada sosok raja besar dari tanah Kediri yang berkuasa antara tahun 1135-1157. Prabu Jayabaya merupakan keturunan dalam dinasti Airlangga dan pada masa jayanya, Jawa Timur menjadi salah satu kekuasaan terkuat di dunia yang setara dinasti besar kala itu: Tiongkok, India dan Dinasti Abbasyiah di tanah Arab. Pada masa Jayabaya memang dikenal berkembangnya banyak karya sastra, seni, lontar sejarah dan dunia perklenikan.
Kedua, Joyoboyo merujuk pada istilah/penamaan untuk suatu karya yang dinilai teguh, bijaksana dan dalam pengaruh kuasa besar. Sehingga weruh sakdurunge winarah. Sebab, tidak ada dokumen apapun yang secara tegas menyatakan bahwa siapa nama asal pencipta ramalan Joyoboyo dan kapan persisnya dibuat. Kita hanya paham penulisannya dalam bentuk serat/lontar/kertas.
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para ahli sepakat bahwa sumber ramalan ini (dibuat dalam bentuk tulisan) adalah, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Prapen (Sunan Giri ke-3) di Giri Kedaton yang kumpulkannya pada tahun 1540 Saka = 1028 Hijriyah = 1618 Masehi, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singasari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah ada sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram yang bertakhta (1613-1645 M). Tokoh seperti Ronggo Warsito turut memopulerkan ramalan ini.
Berikut ini beberapa isi ramalan Joyoboyo yang terbukti terjadi dan cukup logis di era modern 4.0 ini:
▪︎ Prediksi akan datangnya wolak-waliknya zaman, jungkirbaliknya peradaban, keruwetan milenial, atau paradoks dalam bahasa ilmuwan Barat, akan ditandai dengan:
Besuk jen wis ana kreto mlaku tanpo jaran maju-mundur panlakune (seperti kendaraan bermesin-red);
Tanah Djowo kalungan wesi (seperti rangkaian kabel dan rel KA -red);
Prahu mlaku ing awang-awang (seperti drone, pesawat -red);
Kali ilang kedhunge (akibat kekeringan dan perubahan fungsi -red);
Pasar ilang kumandhange (karena datangnya zaman pasar online -red);
Bhumi soyo sowe soyo mengkret (dunia dalam genggaman, zaman android -red);
Sekilan bumi dipadjeki (tanah-tanah dipungut pajak bumi dan bangunan -red);
Djaran dojan sambel (kuda milenial lebih suka makan tepung dedak campur cacahan rumput red);
Wong wadon nganggo pakaian lanang (perubahan tren busana hampir gak ada bedanya antara laki-perempuan -red);
Itulah pertanda telah datangnya zaman yang terbolak-balik. Zaman ruwet, atau dinamika masyarakat yang kompleks.
Ratu ora netepi janji, musna kekuasaanne (contoh: Pemimpin atau pejabat ingkar janji keciduk penegak hukum -red);
Bupati dadi rakyat wong tjilik dadi prijaji (sistem demokrasi, rakyat jlatah bisa nyaleg dan jadi pejabat, mantan pejabat pensiun ditinggal pengikutnya -red);
Sing mendele dadi gede, sing djudjur kodjur (orang yang sesat malah sukses/besar, yang tegak lurus pada aturan malah ambyar).
Demikianlah contoh untaian ramalan Jayabaya atau jongko Joyoboyo yang terkenal dan ternyata relevan dengan abad milenium dan era 5G ini. Sehingga dapat dikatakan, Jangka Joyoboyo merupakan serangkaian kalimat prediksi, analisis ahli pada zaman itu, namun nalar publik masa itu tidak sampai, sehingga disebut sebagai penerawangan klenik yang mirip tafsir seribu mimpi. (lam/ed-wp). **