WartaPress, Suara Muda – Hari Minggu (23/7/2023), organisasi yang sering diklaim sebagai wadah berhimpun pemuda terbesar di negeri ini, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50.
KNPI telah melewati berbagai fase dan dinamika, sebagai salah satu basis kaderisasi pemuda Indonesia. Bagaimana pendapat, kritik, tantangan dan harapan kalangan milenial – GenZ di momentum harlahnya yang ke-50 ini? Terhadap realita KNPI hari ini berdasarkan penilaian generasi Z, jika dikomparasi dengan semangat Deklarasi Pemuda tanggal 23 Juli 1973? Berikut pendapat aktivis genZ sebagaimana yang disampaikan pada media ini pada Senin (24/7).
“Generasi muda harus mengikuti gaya berdinamika di era baru: sinergi tanpa polemik, kolaborasi tanpa konflik. Saatnya berubah. Jadikan polemik sebagai dinamika positif. Kondisi KNPI masa kini kita anggap sebagai bagian dari dinamika anak muda yang kelebihan potensi,” kata Pita Puspita Saraswati, Mahasiswi salah satu PTS ternama di Kota Malang (JATIM) yang juga Inisiator Kolaborasi Gen-Z Indonesia, yaitu komunitas anak muda multi talent yang berpusat di Jawa Timur.
Perbedaan “kubu” menurutnya jangan lagi dimaknai sebagai konflik melainkan momen membangun kesadaran baru untuk tidak saling memojokkan, tetapi berlomba-lomba membuktikan kualitas berorganisasi. Dinamika sekencang apapun tidak masalah asal jelas kontribusinya untuk pemuda, bangsa dan negara. Fokus pada program masing-masing dan biarlah publik yang menilainya.
Meski bukan mewakili GenZ, tetapi Fita, mencoba berpendapat objektif sebagai bagian dari aktivis muda yang baru lahir setahun pasca reformasi 98. Dan ia yakinkan bahwa genZ memiliki militansi gerakan yang tidak kalah dengan pemuda era sebelumnya, hanya berbeda gaya sesuai corak zaman.
“GenZ meski banyak dicibir sebagai generasi apatis dan alay, namun kami juga memiliki semangat perjuangan dan gerakan yang sesuai dengan gaya masa kini. Ciri khasnya adalah sinergi dan kolaborasi. Bukan perpecahan,” lanjut cewek asal Kabupaten Malang kelahiran tahun 1999 yang akrab disapa Fita ini.
Apakah itu sindiran bagi KNPI yang kini identik dengan perpecahan? Fita Saraswati mengelak, “Hampir sama dengan rekan GenZ yang lainnya, saya tidak begitu mengenal organisasi KNPI. Meski sering melihat atributnya di dunia offline maupun digital, namun saya masih ingin melihat perannya yang lebih maju dari organsiasi ekstra kampus yang saya kenal,” terangnya.
KNPI diketahuinya sering diidentikkan dengan organisasi “plat merah” yang sebelah kakinya ada di dalam lingkaran kekuasaan, sementara kaki lainnya ada di dunia gerakan. Di era Orba, pengurus KNPI rata-rata direkrut menjadi pejabat negara, atau melekat di dalamnya, dari pusat hingga daerah.
“Penilaian tersebut tidak ada salahnya juga, mengingat aktivis KNPI umumnya adalah para senior OKP, para dewasa-muda dan hanya sedikit GenZ nya,” jelasnya. Sebagai aktivis senior, mereka tentu sudah membangun jaringan dengan kekuasaan, bahkan banyak di antaranya menjadi bagian dari penguasa itu sendiri. Ke khas an KNPI inilah yang membuatnya berbeda dengan OKP/Organisasi Mahasiswa yang masih penuh idealisme.
Dikatakannya lagi, KNPI ibaratkan wadah “transit” bagi para aktivis senior/pasca OKP, sebelum memasuki dunia kekuasaan yang sesungguhnya. Di sini pula mereka menentukan sikap: melanjutkan idealisme atau menanggalkannya.
Sudah 50 tahun usia KNPI. Seolah menjadi salah satu “kado specialnya”, pusat organisasi ini “pecah” jadi beberapa kubu. Bagaimana pendapat Saras sebagai genZ yang belum tersentuh oleh dinamika KNPI?
“Meski ironi, tapi saya juga salut sih, karena mereka memperingati harlah KNPI yang ke-50 ini dengan meriah, kreatif dan damai. Masing-masing pihak melupakan perbedaan, lalu sama-sama merayakan hari jadi organisasi,” ujarnya.
Hal itu patut ia dibanggakan sebagai anak muda Indonesia, karena semua kompak mengenang peristiwa bersejarah 50 tahun silam dengan rasa bangga menjadi pemuda Indonesia.
Fita yang juga dikenal sebagai kader GMNI yang sudah mengikuti Kaderisasi Tingkat Menengah (KTM) ini menyimpulkan, dinamika KNPI tak lain merupakan efek dari melimpahnya potensi pemuda Indonesia, salah satu ciri bonus demografi. Hal ini dapat dijadikan bahan kajian bagaimana strategi mengelola bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
Perlu diingat juga katanya, bahwa untuk mewujudkan Indonesia Emas, jangan lupakan konsep Bung Karno tentang berdikari di bidang ekonomi, berdaulat secara politik dan berbudaya. Karna masa depan di tangan anak muda yang di mana anak muda harus disiapkan sejak dini sekarang.
“Semoga semangat kolaboratif dan sinergi pemuda menjadi tren gerakan ke depannya. Selamat Ultah ke-50 KNPI,” harap Pita Puspita Saraswati. (Aak/lam/wp). **