WartaPress, Edukasi (Gbr Ilustrasi: iStock) – Banyak masyarakat yang menerapkan perjanjian bawah tangan, misalnya dalam hal perjanjian bisnis, jualbeli, pinjam meminjam, tukar guling barang, jasa, kontrak kerjasama dan lain-lain.
Perjanjian di Bawah Tangan, adalah perjanjian atau dokumen yang dibuat oleh para pihak yang membuat perjanjian, tanpa melibatkan Notaris atau pejabat umum pembuat akta lainnya. Perjanjian ini dilakukan langsung oleh para pihak pembuat perjanjian, ditandatangani oleh mereka sendiri, terhadap kesepakatan yang mereka buat.
Perjanjian bawah tangan ini sifatnya bebas fleksibel, tidak dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang, ditandatangani oleh para pihak pembuat perjanjian dan umumnya dilakukan di atas materai dan atau disertai saksi.
Perjanjian jenis tersebut meskipun tidak sekuat perjanjian di notaris (akta otentik), tetap memiliki kekuatan pembuktian, selama tandatangan dan perjanjian tersebut diakui atau tidak disangkal oleh semua pihak pembuatnya. Perjanjian bawah tangan memiliki kekuatan hukum mengikat seperti UU bagi para pembuatnya.
Namun ada kelemahan perjanjian di bawah tangan, yaitu tidak sekuat akta otentik yang dibuat di hadapan notaris. Bahwa para penanda tangan di lembaran perjanjian bawah tangan dapat saja TIDAK MENGAKUI keaslian tanda tangannya.
Salah satu pihak pembuat perjanjian bawah tangan dapat saja mengingkari adanya perjanjian dan tidak ikut tanda tangan, atau menuding tanda tangannya dipalsukan untuk tujuan tertentu. Hal ini akan mempersulit proses hukumnya jika terjadi persengketaan.
Sehingga, diharapkan agar para pembuat perjanjian bawah tangan menghadirkan dua SAKSI yang memenuhi syarat, agar perjanjian ini menjadi lebih kuat.
Jika perjanjian menyangkut hal-hal strategis atau bernilai tinggi, maka sebaiknya dilakukan di hadapan Notaris agar naskah perjanjian menjadi nota riil yang memiliki kekuatan hukum yang kokoh dan paten. (Red2/Lig/wp). **