Oleh: Melyusti Setiawan Kebkole, S.S
Staf Waketum III Bidang SDM & SDA, Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND)
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei sebagai momentum untuk mengingatkan pentingnya pendidikan dalam pembangunan bangsa. Namun, dalam jangka waktu lima tahun terakhir, isu pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah yang kompleks. Hal ini tercermin dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-107 dari 189 negara yang diukur pada tahun 2020.
Tujuan sistem pendidikan di Indonesia sebagai cita-cita luhur serta harapan negara dalam membangun sumberdaya manusia Indonesia yang unggul guna tercapainya kehidupan yang adil, makmur, serta sejahtera. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum mampu menjawab amanat tersebut, padahal melalui sistem pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Salah satu isu utama dalam pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan akses dan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Dasar di daerah pedesaan hanya mencapai 87,8% sementara di daerah perkotaan mencapai 94,9%. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam akses pendidikan di Indonesia.
Selain itu, kualitas pendidikan di Indonesia juga menjadi isu yang perlu mendapat perhatian serius. Berdasarkan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018, Indonesia menempati peringkat ke-71 dari 79 negara dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan bangsa sebagaimana tertuang dalam amanat UUD 1945 alinea keempat. Di sisi lain, anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah juga masih rendah. Pada tahun 2021, anggaran pendidikan hanya sebesar 5,5% dari total anggaran pemerintah, di mana idealnya anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari total anggaran pemerintah sesuai dengan target UNESCO.
Dalam menghadapi problematika isu pendidikan di Indonesia, teori pendidikan Paulo Freire dapat menjadi panduan dalam merumuskan solusi yang tepat. Teori pendidikan Freire mengedepankan pendidikan sebagai alat untuk memperkuat keberdayaan masyarakat dalam memperjuangkan hak-haknya dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Oleh karena itu, sebagai tawaran konsep, pemerintah perlu meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di daerah pedesaan melalui program-program seperti peningkatan infrastruktur dan fasilitas pendidikan, pelatihan guru, dan program beasiswa untuk siswa di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan anggaran pendidikan dengan meningkatkan alokasi dana untuk sektor pendidikan.
Selain upaya dari pemerintah, masyarakat dan dunia pendidikan juga perlu turut berperan aktif dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik. Masyarakat dapat mendukung program-program pendidikan yang ada dan memperjuangkan hak-hak pendidikan yang seharusnya didapat oleh setiap warga negara. Dunia pendidikan juga perlu memperkuat kualitas pendidikan melalui pengembangan kurikulum yang relevan dan up-to-date dengan perkembangan situasi sosial di era digitsl saat ini, serta peningkatan kompetensi guru untuk menjawab tantangan zaman.
Pendidikan yang baik dan berkualitas adalah hak setiap warga negara.
Dengan meningkat kan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia, diharapkan dapat memperkuat potensi manusia Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Hal ini juga akan berdampak positif pada peningkatan IPM dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Konsep Pendidikan menurut Pemikiran Paulo Freire
Namun, dalam menghadapi problematika isu pendidikan di Indonesia, tidak cukup hanya dengan meningkatkan anggaran dan kualitas infrastruktur pendidikan saja. Diperlukan pula perubahan pola pikir masyarakat dan sistem pendidikan yang selama ini masih mengedepankan memorisasi dan kurang memperhatikan aspek kreativitas dan kritisitas dalam pembelajaran.
Dalam konteks ini, teori pendidikan Paulo Freire yang mengedepankan pendidikan kritis dan pembebasan dapat menjadi solusi alternatif. Melalui pendekatan yang partisipatif dan kritis, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta mampu memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Pemikiran teori pendidikan Paulo Freire sangat relevan dengan kondisi problematika pendidikan di Indonesia, terutama dalam hal kurangnya pendidikan kritis dan pembebasan. Freire mengedepankan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada aspek teknis dan kurikulum formal, tetapi juga pada pengembangan kemampuan kritis dan pemikiran bebas yang melibatkan siswa sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran. Melalui pendekatan partisipatif dan kritis, siswa dapat dikembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta mampu memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Dalam konteks Indonesia, di mana masih banyak isu-isu pendidikan yang perlu diatasi, pemikiran ini dapat menjadi solusi alternatif dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih berkualitas.
Konsep Pendidikan Konstruktivis Jean Piaget
Selain teori pendidikan Paulo Freire, terdapat beberapa teori pendidikan lainnya yang juga relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Misalnya, teori pembelajaran konstruktivis oleh Jean Piaget yang menekankan pentingnya siswa dalam mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan refleksi. Sistem pendidikan di negara-negara skandinavia, seperti Finlandia dan Norwegia, juga sering dijadikan contoh sistem pendidikan yang sukses dalam memberikan akses dan kualitas pendidikan yang tinggi. Negara-negara tersebut memiliki pendekatan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih jalur pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, serta memberikan akses yang merata pada seluruh siswa.
Oleh karena itu, sebagai solusi untuk mengatasi problematika pendidikan di Indonesia, selain memperkuat pendekatan partisipatif dan kritis, perlu juga adopsi terhadap teori-teori pendidikan lainnya seperti teori konstruktivis Piaget dan sistem pendidikan yang terbukti berhasil seperti di negara-negara Skandinavia. Dalam hal ini, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mencetak siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang kritis, kreatif, dan memiliki kesadaran sosial tinggi, sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. (*).