WartaPress, Banyuwangi – Hari kebangkitan bangsa yang bertepatan pada hiruk pikuk mahasiswa dengan UKT tingginya. Mahasiswa menilai banyak kampus yang meninggikan Uang Kuliah mahasiswa semata-mata karena kebijakan Kemenristedikti. Hal ini menuai perdebatan antara pihak kampus dengan mahasiswa.
Di momentum ini Kemenritekdikti seakan menilai bahwa pendidikan wajib itu hanya sampai SMA bukan Kuliah. Kalau dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kemenristek sudah ingkar pada Konstitusi Indonesia Pasal 28C ayat (1) “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Dengan adanya aturan itu maka Pendidikan Tinggi bukan hal Tersier tetapi seharusnya Primer. Dengan penyampaian seperti itu maka tidak heran masyarakat menguhujat Kemenristekdikti. Apalagi pada kenaikan UKT tinggi ini yang menjadi sorotan adalah pihak Kemenritekdikti.
Banyak orang tua yang mengeluh karena mahalnya biaya kuliah hingga banyak pemuda-pemudi yang memilih kerja daripada kuliah. Hal ini memberikan dampak tidak baik karena seharusnya jika ingin menjadi negara maju maka Indonesia harus mengutamakan pendidikan.
Jepang yang pada saat penyerangan Nagasaki Hirosima, Kaisar Hirohito mencari guru untuk mengajari anak-anak yang tersisa. Maka ini bertolak belakang di negara Indonesia yang notabenenya banyak pemuda. Ketika 2045 sedikit para sarjana dan perluasan lapangan kerja, maka bonus demografi tidak dapat kita rasakan.
GMNI Hukum Untag Banyuwangi mengkritik pembicaraan bahwa Pendidikan Tingggi adalah kebutuhan Tersier karena GMNI Hukum Untag Banyuwangi ingin menjadikan 2045 menjadi Indonesia Emas bukan Indonesia bodoh. (Rls/wp). **