Oleh Dr. Rasminto (Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Dosen Geografi Politik UNISMA Bekasi)
Pemilu Serentak 2024 di Indonesia telah usai dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dan hasilnya pun telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 20 Maret 2024. Meskipun menyisakan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dengan jumlah permohonan PHPU Tahun 2024 per Minggu (24/3) pukul 15.30 WIB ialah 265 perkara, dimana 2 perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden dan 253 PHPU DPR/DPRD dan 10 PHPU DPD RI.
Pemilu merupakan momen penting dalam sejarah politik negara Indonesia. Dinamika pemilu ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi sejak pemilu sebelumnya. Selama masa kampanye, terjadi juga berbagai dinamika politik, seperti debat antarkandidat, konfrontasi ideologi, dan penyebaran berita palsu atau hoaks yang dapat memengaruhi persepsi publik terhadap calon dan partai politik.
Pertemuan Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh meruntuhkan polarisasi politik yang mengkristal selama masa Pemilu 2024 dan menyejukan suasana politik nasional, pertemuan tersebut sendiri diadakan pada Jumat (22/3) di Nasdem Tower Gondangdia Jakarta Pusat.
Sebelumnya, pada Rabu (20/3), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029.
Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
KPU RI melalui Ketuanya, Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara. Sementara itu, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 27.040.878 mendapatkan suara. Dari pengumuman Penetapan hasil Pemilu ini selisih suara pasangan Prabowo-Gibran dengan urutan suara terbanyak kedua pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mencapai selisih hampir 56 juta suara, selisih ini sangat signifikan perbedaannya dengan pasangan calon lainnya.
Hakikat Pemilu bagi bangsa Indonesia merupakan momentum penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara, di mana warga negara memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin mereka dan menentukan arah masa depan negara. Namun, lebih dari sekadar proses politik, pemilu juga menjadi titik sentral bagi memperkuat persatuan nasional. Dalam konteks yang semakin kompleks ini, penting untuk menggarisbawahi betapa esensialnya persatuan nasional bagi kemajuan dan keberlanjutan negara.
Pemilu di Indonesia sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur makna Pemilu, yakni Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Di tengah dinamika politik dan sosial yang berkembang, pemilu menjadi panggung utama di mana perbedaan pendapat dapat diekspresikan secara damai dan demokratis. Namun, lebih dari sekadar persaingan politik, pemilu menjadi panggung dimana nilai-nilai persatuan, toleransi, dan keragaman harus diutamakan.
Persatuan nasional menjadi fondasi kuat bagi Indonesia, yang terdiri dari beragam suku, agama, dan budaya. Dalam Pemilu serentak 2024, penting untuk mengingat bahwa meskipun terdapat perbedaan pendapat politik, kesatuan sebagai bangsa Indonesia haruslah tetap dijaga.
Ernest Renan (1882), dalam esainya yang berjudul “What is a Nation?” , menekankan bahwa persatuan nasional tidak hanya didasarkan pada faktor-faktor etnis atau sejarah, tetapi lebih pada kesetiaan kepada sebuah tujuan bersama yang termasuk memori bersama dan keinginan untuk hidup bersama. Selain itu, Barrington Moore Jr (1996) dalam karya monumentalnya “Social Origins of Dictatorship and Democracy”, menyajikan argumen bahwa persatuan nasional sering kali muncul sebagai hasil dari proses sejarah yang kompleks, termasuk konflik dan negosiasi antara berbagai kelompok sosial. Persatuan Nasional merupakan sikap utama dalam bernegara yakni toleransi terhadap perbedaan, hal tersebut dikemukakan oleh John Stuart Mill (1859) dalam esainya “On Liberty”, bagaimana dalam esai tersebut membahas pentingnya toleransi terhadap perbedaan pendapat sebagai salah satu prinsip dasar dari persatuan nasional yang sehat.
Sehingga, Pemilu 2024 bukanlah sekadar tentang menang atau kalah, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat Indonesia dapat bersama-sama merajut kembali benang persatuan di tengah perbedaan. Ini adalah waktu untuk menekankan bahwa, meskipun kita mungkin memiliki pilihan politik yang berbeda, kita semua adalah bagian dari satu bangsa yang sama.
Dengan memahami pentingnya persatuan nasional, Pemilu 2024 dapat menjadi momentum untuk merajut kembali ikatan yang mungkin terasa kendur. Dengan bersatu, Indonesia dapat menghadapi tantangan masa depan dengan lebih kuat dan lebih bersama-sama, memperkuat fondasi demokrasi dan kemajuan bangsa. Terlebih kita dihadapkan dengan persoalan kebangsaan yang kompleks, dari persoalan kemiskinan, pengangguran, kelaparan hingga bencana alam yang perlu segera kita atasi bersama sebagai sebuah bangsa.
Maka, persatuan nasional jadi fondasi utama dalam membangun Indonesia yang berkelanjutan dan berdaya saing. Apalagi potensi kekayaan sumberdaya alam nasional harus segera dikelola dengan sebaik mungkin untuk kepentingan membangun kemakmuran dan negara yang berkeadilan, sebagaimana amanat konstitusi yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, dan dipertegas pada Pasal 33 ayat (3) bahwa, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Makna yang terkandung dalam ayat tersebut dalam konteks pengelolaan potensi kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, persatuan nasional menjadi kunci untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan menghargai dan merangkul keberagaman budaya Nusantara, kita dapat bersatu dalam mengelola sumberdaya alam secara bijak dan berkelanjutan.
Persatuan ini akan menghasilkan kerjasama lintas budaya dan suku yang memungkinkan pengembangan industri sumberdaya alam yang efisien dan berdampak positif bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, persatuan nasional menjadi landasan yang kuat dalam memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kesejahteraan bersama, menguatkan negara sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan di tingkat global. (**).