Scroll ke bawah untuk membaca
Example floating
Example floating
Narasi

“Project S” Tiktok Akan Datang, Apakah bentuk Monopoli Perdagangan? Seberapa Besar Ancamannya?

231
×

“Project S” Tiktok Akan Datang, Apakah bentuk Monopoli Perdagangan? Seberapa Besar Ancamannya?

Sebarkan artikel ini

“Project S” dari Tiktok saat ini menjadi perbincangan yang cukup hangat bahkan pembahasannya masuk kedalam serangkaian rapat Anggota Dewan. Proyek ini membuat Tiktok mampu mendominasi pasar perdagangan sebuah Negara secara utuh dari hulu ke hilir. Lantas seberapa besarkah ancaman dari “ evolusi ” Tikyok ini ?

Penulis : Halsi Naning Farida, S.AP
(Mhs Perencana Pembangunan Daerah Pasca UB)

Terbilang relatif lebih baru, pergerakan Tiktok untuk mendominasi ruang digital Indonesia sangatlah cepat. Data yang ditunjukan dari We Are Social membuktikan lebih dari 109.9 Juta warganet yang ada di Indonesia Memiliki akun Tiktok.

Pesatnya perkembangan pengguna platform Tiktok di Indonesia terlihat dari pertumbuhannya selama setahun terakhir dengan semakin bertambahnya pengguna baru sekitar 17 juta orang.

Dengan Total pengguna yang lebih dari 109 juta, Indonesia menjadi Salah satu Negara dengan penggunaaan terbanyak dan terbesar di dunia. Posisi Indonesia hanya kalah dari Amerika serikat dengan pengguna tiktok yang menembus hingga 150 Juta orang.
Dan juga, Negara dengan jumlah pengguna Tiktok yang tak kalah besar yaitu Brazil dengan jumlah total akun 84,1 juta per Januari 2023.

Tiktok mengendalikan Indonesia
Kuatnya jumlah pengguna ini membuat Indonesia menjadi pasar yang sangat dilirik dan cukup menggiurkan. Potensi ekonomi ini pun tak lepas dari pengamatan Tiktok. Bahkan, aplikasi ini bisa terbilang cukup agresif untuk menggeser platform lain yang lebih dulu terjun dan mencoba membangun pasar digital Indonesia.

Agresivitas Tiktok menerobos masuk passer digital Indonesia ini, terlihat dari daya jangkau iklan Tiktok. Awal 2023, data dari ByteDance, yang merupakan perusahaan induk dari Tiktok di China, menunjukkan jangkauan dari iklan di aplikasi ini mampu mencapai hingga 56,8 persen masyarakat Indonesia berusia di atas 18 tahun.
Yang dimana ini artinya , Tiktok telah mampu mendorong konten yang diiklankan melalui platformnya agar bisa dilihat lebih dari separuh orang dewasa yang ada di Indonesia.
Tingkat Jangkauan ini relative terbilang sangat besar jika dibandingkan dengan media social lain. Sebagai perbandingan, jangkauan iklan di Youtube berada kisaran 50% atau 6% lebih rendah dari Tiktok. Padahal, Platform ini juga memiliki jumlah pengguna yang lebih besar hingga lebih dari 139 juta orang.
Dominasi Tiktok makin kentara jika dibandingkan dengan beberapa platform yang dimiliki oleh Meta, Instagram misalnya, tak lagi mampu bersaing dengan Tiktok. Bahkan perkembangan Tiktok jauh lebih cepat dari Instagram.

Baca Juga:  Refleksi HUT 109 Kota Malang; Kota Bersejarah, Pusat Pendidikan, dan Turut Menyukseskan Indonesia Emas 2045

Saat ini, jumlah pengguna Instagram yang ada di Indonesia berkisar di angka 89 juta orang atau lebih kecil sekitar 20% Jika dibandingkan dengan Tiktok. Dengan jumlah ini, iklan yanga ada di instagram hanya mampu mencapai 41,9% dari total masyarakat dewasa di Indonesia.

Meskipun jangkauan di Facebook masih relatif lebih baik. Per Januari 2023, Jangkauan iklan platform ini masih mampu menembus hingga 43% dari pasar Indonesia.
Jangkauan ini memperlihatkan bahwa facebook mulai menuju masa senjanya, dengan penurunan dari jumlah jangkauan sebesar 10 juta akun atau setara dengan 7,7 persen selama setahun ke belakang.

Mengenal “ Project S ”
Memiliki jumlah pengguna lebih dari 1 miliar di seluruh penjuru dunia, Tiktok menjadi salah satu platform media sosial terbesar dan cukup hangat saat ini. Besarnya basis pengguna ini memberikan keunggulan yang bisa dikonversi menjadi profit melalui model bisnis iklan. dan, hal inilah yang umum dilakukan oleh platform media sosial lain pendahulu Tiktok.

Peta bisnis Tiktok tak hanya soal jasa penyalur iklan saja. Yang membedakan dari Tiktok dalam hal bisnisnya adalah inovasinya dalam memadukan pengalaman bermedia sosial dan juga berbelanja.
Melalui adanya fitur Tiktok shop, platform ini menggabungkan platform e-commerce dan juga media sosial, di mana para penggunanya dapat saling berinteraksi dan bertransaksi di kanal yang sama tanpa kenal waktu.

Baca Juga:  Pemilu 2024 di Kota Malang: Dinamika Pemilih Muda di Tengah Bayang-Bayang Politik Uang dan Transformasi Digital

Tidak cukup sampai disitu, Tiktok juga mulai membangun sebuah proyek untuk menyempurnakan alur bisnisnya. Jika sebelumnya dapat membuat jalur distribusi dan pemasaran melalui aplikasinya, kini Tiktok tengah menyiapkan kemampuannya untuk memproduksi barang dagangannya sendiri.
Sampai saat ini masih belum ada nama resmi dari proyek terbaru dari Tiktok ini. Berdasarkan penelusuran Financial Times, proyek ini disebut ”Project S” oleh pihak-pihak internal dari Tiktok sendiri. Akan tetapi, nama dan bentuknya bisa berubah-ubah di tiap negara.

Pada pertengahan Juni yang lalu, fitur ini mulai diuji coba di Inggris dengan nama Trendy Beat. Dalam fitur terbarunya, Tiktok menjajakan berbagai barang mulai dari pernak-pernik, seperti pembersih telinga hingga pakaian. Dalam etalase ini atau kerajang kuning, Tiktok memajang berbagai produk terpopuler yang videonya paling banyak dilihat dan dimininati oleh pengguna.
Dilihat dari permukaan, Trendy Beat hanya terlihat sebagai fitur baru di platform Tiktok. Namun, ketika ditilik lebih dalam lagi, terdapat sebuah pola yang cukup mengkhawatirkan dari fitur tersebut. Yang terlihat aneh adalah, barang-barang yang dijual di dalam fitur ini semuanya diproduksi oleh anak perusahaan Byte Dance yang berlokasi di Singapura.

Potensi Ancaman
Saat ini meskipun belum resmi diluncurkan, prototype “ Project S ” yang diluncurkan dinegara Inggris ini menunjukkan ancaman yang nyata. Selama ini Tiktok memberikan wadah lapak bagi para pengusaha di sebuah Negara untuk menjual barang dagangannya.

Akan tetapi dengan adanya fitur ini, Tiktok pun akan menjajakan produk-produknya sendiri, dan ini akan menjadi pesaing dari para pedagang yang sebelumnya bernaung di dalamnya.

Baca Juga:  Amanat Kemandirian SDA & Dampak Negatif dari Kebijakan Ekspor Pasir Laut Jokowi

Jika sehat, tentu persaingan dagang ini adalah hal yang biasa. Bahkan, persaingan dagang yang sehat akan memberikan dampak yang baik bagi sebuah pasar, memberikan keuntungan bagi para pembeli agar bisa mendapat barang dengan kualitas yang sangat baik di harga yang paling terjangkau.

Akan tetapi, persaingan yang ditimbulkan oleh fitur baru Tiktok ini tidak dapat dibilang sehat. Sebagai pemilik platform, Tiktok sebagai produsen dan penjual memiliki kemampuan untuk memanipulasi sebuah konten mana yang akan menjadi populer. Pada akhirnya, produk-produk di kategori terpopuler hanyalah yang ia produksi saja. Dan ini cukup merugikan bagi para pengusaha.

Bukan sekedar itu saja, algoritma yang dimiliki oleh platform Tiktok ini juga bisa mengetahui produk mana saja yang diminati oleh pasar di sebuah negara. Dengan kemampuan riset pasar tersebut, maka Tiktok akan mampu melihat berbagai produk unggulan di pasar tertentu, kemudian menjiplaknya dan menjualnya di pasar tersebut dengan harga yang lebih murah. Dan ini akan sangat merugikan.

Dengan modal dan skala produksi yang sangat terbatas, tentu saja tidak mudah bagi para pebisnis untuk bisa bersaing dengan Tiktok. Mau bagaimanapun, Tiktok adalah perusahaan multinasional dengan modal besar. Bagi perusahaan ini, mudah saja untuk membuat sebuah fasilitas produksi masif dalam waktu singkat untuk menguasai sebuah pasar.

Tak ayal, reaksi pemerintah terhadap ancaman proyek baru Tiktok ini tidaklah berlebihan. Tanpa adanya regulasi yang jelas, pasar Indonesia bisa dibanjiri oleh produk-produk impor dengan harga sangat murah. Apabila hal ini terjadi, sulit bagi pemerintah untuk bisa membentengi pelaku UMKM agar bisa tetap bersaing. (LITBANG KOMPAS). **

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *