WP, Jakarta – Koordinator Kawan Indonesia (Kawi), Darmawan turut soroti Revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) picu polemik jangan sampai sejarah kelam refresifitas masa lalu berulang.
“Jangan sampai sejarah kelam berulang”, tuturnya, sebagaimana keterangan tertulisnya pada media ini Minggu (23/6).
Menurutnya dulu penyimpangan pada dwi fungsi ABRI. “Kali ini penyimpangan tak terbatas yang dilegitimasi ada dalam lembaga anti rusuah tersebut,” jelasnya.
Institusi Polri di tengah dinamika masalah yang belum terpecahkan dari masalah pemberantasan korupsi.
“Jika Polri mau serius maka tuntaskan bidang yang saat ini direbut lembaga lain, KPK. Pemberantasan korupsi seharusnya jadi tugas Polri, tetapi karena apatisme kepada lembaga Polri maka dibentuklah lembaga adhoc yang mengawal pemberantasan korupsi,” tegasnya lagi.
Ia berpandangan harusnya ikut serius hingga bisa dibubarkan lembaga adhoc tersebut. “Jangan sampai malah jadi bagian pelaku yang digarap KPK, maka tidak pernah habis konflik antar institusi tersebut”, pandangnya.
Lanjutnya, Ia menduga nanti akan ada anekdot baru lantaran tidak mampu berfungsi pada tupoksinya.
“Jika Polri mampu mengerjakan tugas apapun kecuali tugas pengamanan, kan tidak elok”, tuturnya.
Situasi ini diperkuat dengan kondisi aktual yang terjadi hingga polemik RUU tidak substantif. “Andai tugas utamanya terpinggirkan, malah ngacak-ngacak tugas yang sudah baik dijalankan oleh profesional lainnya, dan ironisnya RUU Polri tidak substantif malah kewenangannya jadi lembaga superpower,” tegasnya.
Sehingga Ia menyesalkan situasi saat ini dengan hasil berbagai survei citranya yang positif namun faktanya berbalik. “Berbagai survei katanya citranya meningkat, tapi faktanya belum dibarengi dengan peningkatan profesionalisme di bawah, seperti banyaknya kasus yang viral tidak tertangani,” tutupnya. (Rls/wp). **