Oleh: Arie Waropen
(Ketua Umum Solidaritas Generasi Muda-Papua)
Sejak lahirnya OTSUS Papua Jilid I tahun 2001 baru pada tahun 2005 dibentuklah Majelis Rakyat Papua (MRP). Sebagai lembaga representatif kultural rakyat Papua dari perwakilan Adat, Perempuan dan Agama. Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2021, MRP bertugas memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Dasar Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap Adat dan Budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Terkait marak pemberitaan soal pelecehan terhadap Nilai Budaya pakaian Adat Suku Wilayah Lapago dan Meepago (penggunaan Koteka) yang dilakukan oleh PYCH (Papua Youth Creative HUb) selaku penyelenggara Iven Papua Street Carnival dan bekerjasama dengan Kementerian Parekeraf yang digelar pada Jumat 7/7/2023 di Jayapura-Papua. “Penggunaan Koteka seharusnya tidak demikian, tidak digunakan bersamaan dengan korset seperti itu. Kita semua sebagai anak asli Papua tahu itu, baik yang dari Lapago dan Meepago maupun kami yang dari Wilayah Adat lain di Tanah Papua. Eventnya baik, mungkin untuk meningkatkan kreativitas milenial Papua, tapi kita perlu memahami Nilai dari setiap unsur Adat Budaya Suku yang dilibatkan. Sehingga tidak sampai terjadi seperti ini, yang sangat mencederai perasaan kami OAP terutama saudara-saudara dari Wilayah Adat Lapago/Meepago.”
“Kejadian pelanggaran yang sangat mencederai perasaan kami sebagai anak-anak Asli Papua yang berpegang dan menghormati Warisan Leluhur, kami minta kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk segera memberikan panggilan kepada pihak PYCH selaku penyelenggara Iven tersebut untuk memberikan klarifikasi atas apa yang terjadi. Bila mana hal ini sangat melecehkan Nilai Adat Budaya dari Suku Wilayah Adat Lapago/Meepago, seperti apa yang kami rasakan, maka MRP harus profesional dan berintegritas memberikan sanksi Adat melalui DAP (Dewan Adat Papua) sesuai Hukum Adat yang berlaku.”
Secara UU Nomor 2 Tahun 2021 OTSUS Papua pasal 1 ayat 18 “Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.” Dan kemudian ayat 19 “Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat yang mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi.”
Sesuai UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan lahir dalam rangka Melindungi, Memanfaatkan, dan Mengembangkan Kebudayaan Indonesia. Poin pertama adalah Melindungi setiap unsur Kebudayaan yang ada, ketika bisa dilindungi barulah pengembangan untuk pemanfaatan. (*).