Scroll ke bawah untuk membaca
Example floating
Example floating
BeritaPendidikan

Bentuk Ditjen Pesantren, Prabowo Dinilai Bangkitkan Spirit Pendidikan Islam Era Bung Karno

403
×

Bentuk Ditjen Pesantren, Prabowo Dinilai Bangkitkan Spirit Pendidikan Islam Era Bung Karno

Sebarkan artikel ini

Dokumen Pesantren Luhur Kota Malang ungkap kesinambungan historis antara semangat kongres ulama thn 1939, kebijakan Kemenag era BK dan rencana Ditjen Pesantren pemerintahan Prabowo Subianto

WartaPress, Malang JATIM – Akhirnya kabar penting datang bertepatan dengan peringatan Hari Santri 2025. Presiden Prabowo Subianto menyetujui pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di lingkungan Kementerian Agama RI.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bersyukur atas kabar ini. Ia mengapresiasi para pihak yang telah mengawal terbitnya izin prakarsa pembentukan Ditjen Pesantren, khususnya Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i.

Perkembangan tersebut menarik perhatian dari pengasuh Lembaga Tinggi Pesantren Luhur (LTPL) Malang Jawa Timur, Moh. Danial Farafish, S.H, S.Ag., M.Hum atau akrab disapa Gus Danial secara khusus disampaikan kepada media ini pada Rabu (22/10/2025), di ndalem pesantren yang terletak di tengah Kota Malang tersebut.

Majalah terbitan NU era 1939 an dan sesudahnya, memberikan banyak informasi tentang perkembangan pendidikan, pesantren, dan peran, serta perjuangan ulama dahulu / dok.ltpl

“Kebijakan tersebut sejalan dengan semangat perjuangan para ulama dan tokoh pendidikan Islam pada zaman perjuangan dulu dalam rangka memajukan dunia pesantren. Kebijakan negara khusus untuk pesantren sesungguhnya pernah masuk dalam nomenklatur negara para era Bung Karno,” terang Gus Danial, yang menguraikan secara detail sejarah lahirnya berbagai kebijakan pendidikan islam berbasis pesantren sejak era pra hingga pasca kemerdekaan RI. Menurutnya, kebijakan pendidikan di masa Presiden Soekarno sangat pro santri.

Berdasarkan dokumen lawas yang tersimpan di Perpustakaan Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang, yang beberapa ditunjukkan Gus Danial, terungkap beberapa fakta historis, yang memperkuat bahwa rencana kebijakan baru tersebut senafas dengan misi besar masa lalu dalam mendukung pengembangan pendidikan yang berbasis pesantren, dan bagaimana peran negara untuk mendukung pesantren sebagai wahana mencetak generasi muda yang beriman, berilmu, serta mencintai bangsa dan negara, antara lain:

Baca Juga:  Usung Konsep Smart Campus di Pesantren, Murabbiyah Thursina IIBS Raih Juara I LKTI Nasional
Halaman publikasi terbitan NU masa pra kemerdekaan ini sarat akan informasi, dapat menjadi salah satu referensi bagi masa kini untuk membangun kesinambungan semangat memajukan pendidikan keislaman dan kebangsaan / dok.ltpl

Madjallah Islamijah Berita Nahdlatoel ‘Oelama (NU) yang terbit Agustus 1939, memberitakan bahwa pada Mei 1939 pernah dilaksanakan Kongres Umat Islam ke-2 di Solo. Kongres yang dihadiri oleh 25 ulama besar dari berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia tersebut memutuskan berbagai aspek, antara lain rekomendasi didirikannya “pesantren pendidikan tinggi” dengan nama “Pesantren Luhur” di sejumlah daerah di Indonesia.

– Ciri-ciri pokok Pesantren Luhur tersebut diantaranya adalah memperdalam kitab-kitab salafiyah namun berkiprah sebagaimana perguruan tinggi, khususnya dalam mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi dari kalangan santri.

– Semangat memperdalam ilmu dari dasar hingga ke tingkat yang lebih tinggi bagi santri ternyata sudah lama menjadi perhatian para ulama. Hal ini menjadi perhatian para cendekiawan muslim dan ulama pada era pasca kemerdekaan, yang berharap agar pemerintah ambil bagian dalam mendukung cita-cita ulama pendahulu.

– Menteri Agama RI saat itu (1962-1967) yang juga tokoh NU, KH Saifuddin Zuhri, merespon aspirasi masukan dari para cendekiawan muslim, membentuk Ditjen di Kemenag RI dengan nama: Ditjen Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur. Kebijakan ini pastilah atas persetujuan Presiden Sukarno.

– Sejalan dengan lahirnya ditjen baru tersebut, di Malang misalnya, pada tahun 1960 an didirikan pesantren mahasiswa (Pesantren Luhur) oleh tokoh-tokoh antara lain Kyai H. Ghozali, Prof. Dr. Mr. H.M. Koesnoe, SH., Kyai H. Usman Mansyur dan Prof. Kyai H.  Achmad Mudlor, SH.

Baca Juga:  Natalis Tabuni: Memperkuat Dialog, Bersama Menjaga Stabilitas di Papua Tengah
Contoh legalisir ijazah pendidikan tinggi islam dimana terdapat cap Ditjen Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur Kemenag RI yang dirintis era Orla, yang masih diterapkan hingga pada 70 an. Namun masa sesudahnya ditjen tersebut dihapus, kemudian masa kini rencana dibentuk lagi dalam cakupan yang lebih luas untuk pesantren keseluruhan, sehingga terdapat kesamaan semangat / dok.ltpl

– Pesantren Luhur (di Malang) banyak melakukan hal di bidang pengajaran kajian kitab kuning yang biasanya dikaji oleh pesantren-pesantren salafiyah, karena santrinya adalah mahasiswa lulusan madrasah aliyah atau sederajat. Selain itu pesantren Luhur pernah mengadakan simposium nasional tentang “Ahlul Sunnah Wal Jama’ah” yang dihadiri oleh menteri agama Syaifuddin Zuhri kala itu.

– Namun dalam perkembangannya, ditjen pesantren luhur di kemenag ditiadakan, sementara pesantren secara umum sebagai lembaga pendidikan keislaman tertua di Indonesia terus berkembang pesat dan maju, hingga di era kini.

– Kondisi di Malang sendiri, kisaran 1965-1973 pesantren Luhur mengalami kevakuman karena tokohnya disibukkan dengan pendirian perguruan tinggi seperti IAIN dan menjadi dosen pada perguruan tinggi tersebut. Mengingat pesantren Luhur adalah milik umat, maka pesantren Luhur di hidupkan kembali oleh sebagian anggota yang lama, yaitu Prof. Dr. Mr. H. Moh. Koesnoe, Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor SH, Drs. H. Wiyono SH, Ust. Bukhori LAS, Ali Budiarto, SH, Kyai H. Muhammad bin Hafidz, Ust. Assegaf, dan Kyai H. Mujib.

– Pada periode ini Pesantren Luhur juga berkiprah pada berbagai bidang seperti penyelenggaraan Seminar Manaqib yang dihadiri oleh banyak tokoh dan ulama’ Jawa Timur dan juga Seminar Tahlil. Pada tahun 1972 sampai 1975 pesantren Luhur mengadakan riset Sunan Giri, menyusun buku Wali Songo dan Sunan Giri yang dicetak dan diedarkan untuk khalayak umum. Pada tahun itu Pesantren Luhur mengadakan Seminar Manaqib, yang mana hasil seminar tersebut diperbanyak oleh KH. Musta’in Romli dari Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang.

Baca Juga:  Harga Bitcoin Melonjak Akhir Pekan Ini, Diikuti Sejumlah Altcoin

– Pesantren Luhur yang eksis saat ini merupakan pesantren mahasiswa yang masih membawa semangat para pendahulu, yang mendukung peranan santri dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta berperan aktif membangun bangsa dan negara.

Dari sekilas uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menyepakati pembentukan ditjen pesantren di kemenag merupakan langkah penting memperluas, mempertegas peran negara untuk pesantren di era modern ini, dan hal tersebut seirama dengan aspek historis yang telah dibahas sebelumnya.

“Memang diperlukan direktorat khusus yang membidani pesantren, karena pesantren mewarnai perjalanan bangsa Indonesia dari masa awal kebangkitan nasional, era perjuangan kemerdekaan hingga di masa depan,” tambah Gus Danial.

Menurutnya, jika dulu era Bung Karno ada Ditjen Pendidikan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur, atau dengan kata lain ditjen yang membidani PTA dan pesantren mahasiswa, maka era Prabowo disempurnakan dengan Ditjen Pesantren: mencakup pesantren secara keseluruhan.

“Sebagai orang pesantren saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Presiden, Kementrian Agama, dan semua pihak yang mewujudkan kebijakan tersebut. Menurut saya ini kado istimewa di Hari Santri tahun ini.” tandasnya. (la/wp). **

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *