Scroll ke bawah untuk membaca
Example floating
Example floating
PendidikanSorotan

MCW Anggap PPDB: Permasalahan Pendidikan, Derita Bersama di Kota Malang

160
×

MCW Anggap PPDB: Permasalahan Pendidikan, Derita Bersama di Kota Malang

Sebarkan artikel ini

Norma masih diskrimintaif, sebaran sekolah tidak merata

WartaPress, Kota Malang – Malang Corruption Watch (MCW) bersama dengan Forum Masyarakat Peduli Pelayanan Publik Dasar (FMP3D), Forum Masyarakat Mojolangu Peduli Pendidikan (FM2P2), YLBHI-LBH Surabaya Pos Malang dan Forum Komite Sekolah Kota Malang (FKKM) sebagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam monitoring dan evaluasi di bidang pendidikan dengan tajuk “PPDB: Permasalahan Pendidikan, Derita Bersama”. Bertempat di Halaman DPRD Kota Malang, Senin (5/8/2024).

Terdapat temuan masalah yang ada dalam pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di Kota Malang, salah satunya terkait kebijakan pada petunjuk teknis (juknis). Hal ini karena salah satu ketentuan yang menyebutkan PPDB yang diselenggarakan pada jalur perpindahan orang tua hanya berlaku untuk anak dari PNS/ASN, Pegawai BUMN/BUMD, TNI/POLRI.

“Selain itu, anak tidak dapat mengikuti PPDB melalui jalur tersebut. Adapun petunjuk teknis itu dibuat atas dasar bentuk implementasi nyata di lapangan, untuk memudahkan pemangku kepentingan dalam melaksanakan suatu peraturan,” kata Basil, Kepala Divisi Advokasi.

Menurutnya, dalam pembuatan produk hukum tersebut harus memiliki acuan pada produk hukum yang di atasnya sebagaimana pelaksanaan dari sistem hierarki peraturan perundang-undangan. Namun, beberapa waktu yang lalu Dinas Pendidikan Kota Malang telah melakukan pembentukan norma baru yang termuat dalam Juknis PPDB Tahun Ajaran 2024-2025 Kota Malang (Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru).

“Dinas Pendidikan Kota Malang diduga kuat telah mencantumkan norma yang begitu diskriminatif, pada produk hukum tersebut,” terang Basil.

Permasalahan lainnya pada Jumlah Lulusan SD di Kota Malang sebanyak 11.609 individu. Namun, jumlah pagu masuk SMP Negeri di Kota Malang hanya 7.520. Jumlah tersebut menunjukkan adanya paling sedikit 4.089 siswa SD di Kota Malang yang tidak dapat diterima di SMP negeri. Jika mengacu pada jumlah siswa SMP di Kota Malang sesuai data BPS, di tahun 2023, ada total 11.312 siswa yang diterima di seluruh SMP di Kota Malang (negeri dan swasta).

Baca Juga:  UB Sabet Juara Umum dalam Ajang Mandalika Essay Competition 2023

“Jumlah tersebut jika dihitung dengan jumlah siswa yang diterima di SMP negeri, ada 297 siswa di Kota Malang yang tidak diterima sebagai siswa di SMP di Kota Malang. Bilangan tersebut sama dengan 2,5 persen dari total lulusan SD di Kota Malang. Total jumlah tersebut berpengaruh pada Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Malang di jenjang SMP yang hanya mencapai 86,98 persen,” imbuh Basil.

Salah satu faktor yang membuat kondisi tersebut muncul di Kota Malang, yaitu sebaran sekolah yang tidak merata. Kota Malang memiliki 57 kelurahan dengan SMP negeri yang hanya ada di 25 kelurahan. Jika dikonversi, ada 57 persen total kelurahan yang tidak memiliki SMP negeri.

“Kondisi tersebut diperparah dengan sebaran sekolah yang didominasi oleh kecamatan tertentu. Salah satunya, Kecamatan Klojen yang memiliki 8 SMP negeri. Secara persentase, ada 26 persen SMP negeri di Kecamatan Klojen. Jumlah tersebut tentunya tidak ideal. Merujuk pada jumlah kecamatan di Kota Malang yang terdiri atas 5 daerah, persentase ideal dari jumlah masing-masing SMP negeri di tiap kecamatan adalah 20 persen,” kata Basil.

Baca Juga:  Menikmati Wisata Belanja Tugu Malang

Menurutnya, jumlah SMP negeri di Kecamatan Klojen yang sangat banyak mengorbankan kecamatan lain di Kota Malang. Daerah yang menjadi korban, kecamatan-kecamatan dengan lulusan SD terbanyak. Dua di antaranya adalah Sukun dan Kedungkandang. Lulusan SD di kedua kecamatan tersebut sebanyak 4.903 siswa.

“Pagu masuk di SMP negeri yang ada di dua kecamatan tersebut sejumlah 2.464. Selisih antara lulusan SD dan pagu masuk SMP negeri sebanyak 2.439. SMP negeri hanya bisa menampung 49,7 persen siswa. Jauh di bawah ketentuan minimal zonasi dalam Permendikbud nomor 1 tahun 2021 yang mensyaratkan paling sedikit 50 persen pagu untuk jalur zonasi,” ungkap Basil.

Kemudian Basil menuturkan, pihaknya mengajukan beberapa rekomendasi yang pertama, Dinas Pendidikan harus merubah ketentuan dalam juknis yang seharusnya selaras dengan Peraturan Walikota Malang Nomor 5 Tahun 2021.

“Karena juknis yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Malang termasuk dalam peraturan kebijakan yang secara hierarki tidak masuk ke dalam peraturan perundang-undangan. Secara hukum, hanya sang pembuat peraturan terkait lah yang berwenang untuk merubahnya,” tutur Basil.

Kedua, mempertimbangkan kembali jumlah minimal pagu zonasi yang tercantum dalam Perwal nomor 5 tahun 2021 sesuai dengan kondisi di masing-masing kecamatan dan kelurahan.

“Ketiga, Jumlah dari pagu zonasi PPDB paling sedikit dapat ditentukan sesuai kecamatan atau ditambah menjadi lebih dari 50 persen.  Keempat, sejalan dengan poin sebelumnya, MCW bersama jaringan warga dan forum masyarakat terkait mengajukan skema alternatif dengan pagu PPDB zonasi sebanyak 70 persen dari total pagu,” terang Basil.

Baca Juga:  Budaya Indramayu Ditampilkan dalam Karnaval di kota Malang

Kelima, membuka jalur pindah tugas orang tua seluas-luasnya bagi pekerja yang pindah tugas di semua sektor untuk menghindari diskriminasi.

“Keenam, mengevaluasi penyedia layanan laman PPDB Kota Malang. Berdasarkan kondisi di lapangan dan aduan yang masuk ke MCW, masih banyak celah dalam proses pada situs PPDB. Utamanya pada jalur zonasi,” kata Basil.

Ketujuh, menata ulang sistem PPDB jalur prestasi lomba dengan proses yang lebih komprehensif, dengan tidak menutup diri pada jenis prestasi di luar prestasi berjenjang.

“Kedelapan, meninjau ulang alokasi pagu paling sedikit di jalur lain yang tidak selalu terpenuhi. Salah satunya adalah prestasi lomba dan jalur pindah tugas orang tua,” terang Basil.

Kesembilan, mendorong DPRD Kota Malang untuk membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang beserta Dewan Pendidikan Kota Malang. Demi terwujudnya perbaikan kualitas pendidikan di Kota Malang.

“Kesepuluh, bersikap tegas pada oknum kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan lainnya di tiap sekolah yang menyusun struktur komite sekolah tanpa melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan wali peserta didik serta tidak berpijak pada dasar hukum yang jelas,” ucapnya.

Terakhir, mendorong Pemerintah Kota Malang dan DPRD untuk memperkuat posisi komite sekolah di tiap sekolah di Kota Malang. Hal ini, sebagai bentuk partisipasi publik dalam pengawasan dan evaluasi kebijakan di bidang pendidikan. (ken/wp). **

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *