WartaPressCom, Pasuruan – Kasus perang merek Bantal Harvest yang melibatkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Kabupaten Pasuruan terus berlanjut. Pada Senin (12/08/2024), pengacara dari Sahlan and Partners, Zulfi Syatria, S.H., M.H., mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan untuk meminta salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang berkaitan dengan kasus kliennya, Deby Afandi.
Zulfi, didampingi Deby Afandi dan istrinya, Daris Nur Fadhilah, berusaha mendapatkan salinan berkas perkara (LP dan BAP) untuk persiapan sidang lanjutan. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil karena prosedur yang harus dilalui memerlukan persetujuan dari Kejaksaan Tinggi, sehingga salinan BAP belum bisa diberikan.
“Kami datang ke Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan untuk meminta salinan berkas perkara, namun prosedurnya panjang dan harus ada persetujuan dari Kejati. Karena itu, kami belum bisa mendapatkannya hari ini,” jelas Zulfi.
Pada sidang pertama yang digelar Kamis (07/08/2024), pihak pengacara terdakwa memang tidak meminta salinan BAP. Hal ini dikarenakan suasana sidang yang kurang kondusif akibat keterlambatan jaksa, yang membuat hakim terlihat tidak nyaman.
“Kami saat itu terlewat meminta salinan BAP. Situasinya kurang mendukung, saya merasakan ketidaknyamanan hakim karena menunggu Jaksa datang. Dari jadwal pukul 10.00, jaksa baru datang pukul 11.30,” kata Zulfi.
Setelah tidak berhasil mendapatkan BAP di Kejaksaan, Zulfi bersama kliennya melanjutkan upaya mereka ke Pengadilan Negeri Kota Pasuruan. Di sana, mereka meminta kepada panitera agar salinan BAP dapat diberikan, sebagai bahan eksepsi yang akan diajukan pada sidang lanjutan Rabu (14/08/2024).
“Kami tetap berusaha ke Pengadilan Negeri Kota Pasuruan untuk meminta salinan BAP kepada panitera, agar kami bisa menyusun eksepsi yang berbobot dan lengkap,” papar Zulfi.
Menurut Zulfi, eksepsi merupakan pembelaan atau penolakan terhadap tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum, sehingga salinan BAP tersebut sangat penting untuk membela kliennya di persidangan. Eksepsi ini diharapkan dapat diterima oleh majelis hakim yang menangani pokok perkara.
“Ini adalah kasus yang unik, pelaporan merek yang berbeda. Nanti akan kami sampaikan di pokok perkara. Bagaimana mungkin merek yang berbeda dan telah diterima oleh perizinan Menkumham bisa dianggap sama,” ungkap Zulfi.
Deby Afandi, yang merupakan pemasar merek “Harvest,” launching pada 2019 dilaporkan oleh pesaing bisnisnya, pemilik merek “Harvestluxury,” yang baru daftar HAKI 2022 ke Polresta Pasuruan. Kasus ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan dan Deby kini berstatus terdakwa.
Zulfi menegaskan bahwa antara merek “Harvestluxury” dan “Harvest” adalah dua merek yang berbeda, meski keduanya telah mendapat izin dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Kasus ini kini memasuki tahap krusial, di mana eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Sahlan and Partners diharapkan dapat memberikan pembelaan yang kuat bagi klien mereka di persidangan mendatang. (Rls/wp). **