WartaPress, Malang (26/9/2024) — Dua tahun setelah tragedi Kanjuruhan yang merenggut nyawa ratusan suporter sepak bola, renovasi Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang kini mencapai 85% dari total pengerjaan. Renovasi ini diharapkan dapat memberikan stadion yang lebih aman bagi para penonton, sejalan dengan komitmen pemerintah dan pemangku kepentingan sepak bola nasional untuk meningkatkan standar keselamatan.
Sarinah Awanda Roikha, Bendahara DPK GMNI Fakultas Syariah Universitas Al-Qolam Malang, menegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan seharusnya menjadi pembelajaran besar bagi dunia sepak bola Indonesia. “Renovasi ini penting, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kita memastikan kejadian serupa tidak terulang. Keselamatan suporter harus menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 menjadi salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah olahraga Indonesia. Ratusan jiwa melayang akibat kekacauan yang terjadi di dalam dan sekitar stadion, memicu seruan untuk perubahan menyeluruh dalam manajemen pertandingan dan keamanan stadion di Indonesia.
“Saat ini kita melihat adanya progres nyata dari sisi fisik stadion, namun kita juga perlu memastikan adanya ‘renovasi’ dari sisi moral dan regulasi. Semua pihak, baik pemerintah, klub, hingga komunitas suporter, harus berkomitmen untuk menjadikan stadion sebagai tempat yang aman dan nyaman,” tambah Sarinah.
Renovasi yang dilakukan meliputi peningkatan fasilitas keselamatan, penambahan jalur evakuasi, serta pembaruan infrastruktur agar sesuai dengan standar internasional. Meskipun progres renovasi berjalan positif, banyak pihak tetap berharap bahwa pembaruan ini tidak hanya berhenti pada aspek fisik, tetapi juga menyentuh aspek manajemen dan pengelolaan yang lebih baik.
Tragedi Kanjuruhan bukan sekadar luka bagi keluarga korban, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Indonesia. Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dan perlindungan hak-hak suporter. Dengan hampir selesainya renovasi, Stadion Kanjuruhan diharapkan dapat menjadi simbol kebangkitan dan refleksi atas apa yang telah dan harus kita perbaiki bersama.
“Sepak bola adalah olahraga yang menyatukan, bukan yang memisahkan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan kejadian kelam ini tidak pernah terjadi lagi,” tutup Sarinah Awanda Roikha. (Rls/wp). **